Jumat, 21 Januari 2011

KEBUDAYAAN, MENTALITAS DAN PEMBANGUNAN

Sesudah beberapa tahun pembangunan nasional berjalan dalam semangat rehabilitasi dan stabilisasi perekonomian nasional maka sekitar awal tahun tujuh puluhan timbul pemikiran diantara golongan cendekiawan, para ahli kebudayaan dan ilmu-ilmu sosial bahwa dalil-dalil ilmu ekonomi tidak mampu memecahkan masalah pembangunan secara menyeluruh karena hambatan dari faktor-faktor non-ekonomis.
Seminar perkembangan sosial budaya dalam pembangunan nasional yang diselenggarakan oleh LIPI pada tahun 1970 menyimpulkan bahwa sikap mental orang Indonesia umumnya belum siap untuk pembangunan. Sejak saat itu mulai diperkenalkan kepada masyarakat ramai pendekatan sosio kultural terhadap pembangunan.
Koentjaraningrat, guru besar dalam antropologi budaya pada beberapa universitas terkemuka di Indonesia serta mempunyai reputasi internasional di bidang kebudayaan merupakan salah seorang tokoh budayawan terkemuka Indonesia yang pada waktu itu mulai memperkenalkan pendekatan kultural terhadap pmbangunan. Serangkaian karangan ilmiah popule yang pernah ditulisnya pada harian Kompas dengan judul “Kini sering orang bertanya” pada awal tahun 1974 merupakan bagian terbesar dari isi buku ini. Disamping itu masih ada karangan lain yang merupakan reportase perjalanannya ke Jepang.
Golongan cendekiawan, sarjana, dan calon sarjana budaya dan ilmu-ilmu sosial, ekonomi, politik, serta para wartawan dan semua pihak yang berminat terhadap masalah-masalah kebudayaan akan mendapat gambaran tentang masalah itu dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa

Kamis, 20 Januari 2011

Mental masyarakat Indonesia

Mental masyarakat Indonesia memang sudah terbentuk menjadi mental yang tidak suka bekerja keras tetapi bermalas-malasan. Ini adalah dampak dari kondisi alam kita yang mengandung hasil-hasil alam yang menakjubkan dibandingkan dengan kekayaan alam yang ada di negara Singapura atau Jepang. Sehingga dari kondisi alam yang dikandung tanah Indonesia membuat masyarakat Indonesia menjadi malas sehingga tumbuh budaya korupsi dan budaya instan. Tidak seperti negara Singapura atau Jepang yang sumber daya alamnya minim, maka masyarakatnya berbudaya kerja keras dan tidak malas misalnya. Sebab lain dari masyarakat Indonesia yang malas dan tidak mau bekerja keras adalah terlalu banyak lagu-lagu atau nyanyian-nyanyian yang meninabobokan mental masyarakat Indonesia seperti lagu kolam susu yang diciptakan oleh Koes Plus. Di sana jelas-jelas Koes plus menggambarkan kekayaan alam yang ada di Indonesia dapat diambil dengan cara instan atau tidak perlu kerja keras. Akhirnya kekayaan alam Indonesia di ambil oleh orang luar negeri dengan cara kerja keras. Dan masyarakat Indonesia yang malas akhirnya hanya menikmati kekayaan alam yang sedikit. Budaya instan dapat dilihat dari acara-acara semacam Indonesian Idol dimana setiap orang yang ingin meraih kesuksesan dapat meraihnya dengan cara instan sehingga ini membudayakan pandangan hidup yang instan. Mengenai budaya pungutan-pungutan yang ada dalam pelayanan instansi ini sebenarnya budaya yang ditanamkan oleh aparatur-aparatur instansi negara di jaman orde baru yang membuat aturan yang tidak tertulis bahwa kalau ingin semuanya lancar maka harus dengan adanya embel-embel uang. Atau pepatah yang dulu ada dikalangan birokrasi Indonesia bahwa kalau bisa dipersulit buat apa dipermudah. Ini selama 32 tahun tertanam dibenak masyarakat Indonesia sehingga menjadi budaya yang tertanam dengan kuat. Inilah saya kira faktor-faktor yang menyebabkan budaya-budaya korupsi dan budaya instan yang di ada di masyarakat Indonesia sehingga lama kelamaan menjadi mental masyarakat Indonesia dan kemudian menjadi karakter masyarakat Indonesia.